riko

riko

Jumat, 21 Desember 2012

DASAR TEORI PENCAHAYAAN

1. Sifat Gelombang Cahaya
Sumber cahaya memancarkan energi dalam bentuk gelombang yang merupakan bagian dari kelompok gelombang elektromagnetik. Gambar 2.38 menunjukkan sumber cahaya alam dari matahari yang terdiri dari cahaya tidak tampak dan cahaya tampak.


Dari hasil percobaan Isaac Newton, cahaya putih dari matahari dapat diuraikan dengan prisma kaca dan terdiri dari campuran spektrum dari semua cahaya pelangi.


Pada gambar 2.39 dapat dilihat bahwa sinar-sinar cahaya yang meninggalkan prisma dibelokkan dari warna merah hingga ungu. Warna cahaya ditentukan oleh panjang gelombangnya. Kecepatan rambat V gelombang elektromagnetik di ruang bebas = 3.105 km/det. Jika frekuensi energinya = f dan panjang gelombangnya (lambda), maka berlaku :


Panjang gelombang tampak berukuran antara 380mU sampai dengan 780mU seperti pada tabel berikut ini.



Gambar 2.40 menunjukkan gambar grafik energi – panjang gelombang sebuah lampu pijar 500W.

Selain memiliki warna tertentu, setiap panjang gelombang yang memberi kesamaan intensitas tertentu, dari gambar 2.41 terlihat bahwa mata manusia paling peka terhadap cahaya dengan lamda = 555mU yang berwarna kuning – hijau.


2.  Pandangan Silau


Kalau posisi mata kita seperti gambar diatas, dapat kita rasakan bahwa kita merasakan pandangan yang menyilaukan karena mata kita mendapatkan :
  • Cahaya langsung dari lampu listrik, dan
  • Cahaya tidak langsung / pantulan cahaya dari gambar yang kita lihat. 
Dengan kondisi ini kita tidak dapat melihat sasaran objek gambar dengan nyaman. Pandangan silau dapat didefinisikan sebagai terang yang berlebihan pada mata kita karena cahaya langsung atau cahaya pantulan maupun keduanya. Supaya mata kita bisa melihat sasaran objek dengan nyaman / jelas, maka diatur sedemikian rupa agar cahaya jatuh pada sasaran objek dan bukan pada mata kita. Untuk memahami pandangan silau mempunyai gerakan penglihatan, kita perlu mempelajari sedikit tentang bekerjanya mata manusia (gambar di bawah).


Selaput pelangi bekerja sebagai tirai / penutup untuk mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke mata. Seperti kita lihat, bahwa cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang lewat melalui lensa menuju lapisan saraf peka yang disebut retina di bagian belakang mata. Kemudian disampaikan oleh saraf optik ke otak yang menyebabkan perasaan cahaya. Melihat secara langsung pada sebuah sumber cahaya, menghasilkan suatu kesan yang kuat pada retina. Untuk mencegah kerusakan pada bagian mata yang sensitif ini, secara otomatis pelangi berkontraksi. Kondisi ini mengurangi intensitas bayangan yang diterima. Dengan menutupnya selaput pelangi ini akan menurunkan banyaknya cahaya yang diterima. Jadi adanya cahaya terang yang kuat pada posisi yang salah, benar-benar akan membuat penglihatan tidak nyaman, dan juga akan menimbulkan efek kelelahan pada mata. Untuk mencegah terjadinya pandangan silau diperlukan teknik pemasangan sumber cahaya maupun armaturnya dengan tepat.

3.  Satuan-satuan Teknik Pencahayaan
     Steradian

Radian adalah sudut pada titik tengah lingkaran antara dua jari-jari dimana kedua ujung busurnya jaraknya sama dengan jari-jari tersebut (misal R = 1m). oleh karena keliling lingkaran = 2.22/7.R, maka :


Sedangkan steradian adalah sudut ruang pada titik tengah bola antara jari-jari terhadap batas luar permukaan bola sebesar kuadrat jari-jarinya.


Karena luas permukaan bola = 4.22/7.R.R, maka di sekitar titik tengah bola terdapat 4.22/7 sudut ruang yang masing-masing = 1 steradian. Jumlah steradian suatu sudut ruang dinyatakan dengan lambang omega.


4.  Intensitas Cahaya (Luminous Intensity)
Menurut sejarah, sumber cahaya buatan adalah lilin (candela). Candela dengan singkatan Cd ini merupakan satuan Intensitas Cahaya (I) dari sebuah sumber yang memancarkan energi cahaya ke segala arah.


5.  Fluks Cahaya (Luminous Flux)
Adalah jumlah cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Lambang fluks cahaya adalah F atau Ø dan satuannya dalam lumen (lm). Satu lumen adalah fluks cahaya yang dipancarkan dalam 1 steradian dari sebuah sumber cahaya 1 cd pada pemukaan bola dengan jari-jari R = 1m.


Jika fluks cahaya dikaitkan dengan daya listrik maka : Satu watt cahaya dengan panjang gelombang 555mU sama nilainya dengan 680 lumen. Jadi dengan Lamda = 555mU, maka 1 watt cahaya = 680 lumen.

6.  Luminasi (Luminance)
Adalah suatu ukuran terangnya suatu benda baik pada sumber cahaya maupun pada suatu permukaan. Luminasi yang terlalu besar akan menyilaukan mata (contoh lampu pijar tanpa amatur). Luminasi suatu sumber cahaya dan suatu permukaan yang memantulkan cahayanya adalah intensitasnya dibagi dengan luas semua permukaan. Sedangkan luas semua permukaan adalah luas proyeksi sumber cahaya pada suatu bidang rata yang tegak lurus pada arah pandang, jadi bukan permukaan seluruhnya.


7.  Iluminasi (Iluminance)
Iluminasi sering di sebut juga intensitas penerangan atau kekuatan penerangan atau dalam BSN di sebut Tingkat Pencahayaan pada suatu bidang adalah fluks cahaya yang menyinari permukaan suatu bidang. Lambang iluminasi adalah E dengan satuan lux (lx).



8.  Efikasi
Adalah rentang angka perbandingan antara fluks cahaya (lumen) dengan daya listrik suatu sumber cahaya (watt), dalam satuan lumen/watt. Efikasi juga disebut fluks cahaya spesifik. Tabel berikut ini menunjukkan efikasi dari macam-macam lampu. Efikasi ini biasanya didapat pada data katalog dari suatu produk lampu.


9.  Hukum Penerangan
Satuan-satuan penting yang digunakan dalam teknik penerangan antara lain :
  • Sudut ruang W Steradian (Sr)
  • Intensitas cahaya I Candela (cd)
  • Fluks cahaya F(Ø) lumen (Lm)
  • Luminasi L (cd/m2)
  • Iluminasi E Lux (lx)
10.  Hukum Kwadrat Terbalik
Pada umumnya bidang yang diterangi bukan permukaan bola, tetapi bidang datar.



Cahaya dari sumber 1 cd yang menyinari bidang x (seluas 1 m2) yang berjarak 1 m akan mengiluminasi 1 lux. Jika kemudian jarak tersebut dikalikan dua (ke bidang Z), maka iluminasi 1 lux tadi akan menyinari bidang seluas 4 m2. Jadi iluminasi dari suatu permukaan akan mengikuti hukum kebalikan kwadrat yaitu :


11.  Penyebaran Cahaya
Penyebaran Cahaya dari suatu cahaya bergantung pada konstruksi sumber cahaya itu sendiri dan armature yang digunakan. Sebagian besar cahaya yang direspon mata tidak langsung di sumber cahaya, tetapi setelah dipantulkan atau melalui benda yang tembus cahaya. Untuk penerangan, secara garis besar penyebaran cahaya ada 3 macam yaitu penyebaran langsung, tidak langsung atau campuran.
a. Penerangan Langsung
b. Penerangan Tidak Langsung
c. Penerangan Campuran
Jika kita berada dalam suatu ruang yang ada sumber cahaya dari sebuah lampu, maka ada dua sumber cahaya, yaitu sumber cahaya primer yang berasal dari lampu tersebut dan sumber cahaya sekunder yang merupakan pantulan dari fiting lampu tersebut. Dari dinding-dinding di sekitar ruangan, gambar 2.51 (a) menujukkan empat jenis kemungkinan pemantulan yang dapat terjadi dari lapisan penutup armatur yang berbeda. Sedangkan gambar 2.51 (b) menunjuk-I kan berbagai macam armatur.


12.  Perancangan Penerangan Buatan
Bila penerangan alami tidak dapat memenuhi persyaratan bagi penerangan ruang (dalam bangunan), maka penerangan buatan sangat diperlukan, hal ini disebabkan oleh :
  • Ruangan yang luas
  • Lubang cahaya yang tidak efektif
  • Cuaca diluar mendung / hujan
  • Waktu malam hari, dan sebagainya
Perancangan penerangan buatan sebaiknya dilakukan sejak awal perancangan bangunan, untuk itu perlu diperhatikan :
  • Apakah penerangan buatan digunakan tersendiri atau sebagai penunjang/pelengkap penerangan alami.
  • Berapa intensitas penerangan yang diperlukan.
  • Distribusi dan variasi fluks cahaya yang diperlukan
  • Arah cahaya yang diperlukan
  • Warna-warna cahaya yang digunakan dalam gedung dan efek warna yang diinginkan
  • Derajat kesilauan brightness dari keseluruhan lingkungan visual
Intensitas penerangan yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari intensitas penerangan dalam tabel 2.11 yang diukur pada bidang kerja.


Secara rinci intensitas penerangan yang direkomendasikan untuk berbagai jenis bangunan / peruntukan dapat dilihat pada tabel 2.12.



Ada 3 tipe sistem penerangan buatan, yaitu :
  • Sistem penerangan merata; Memberikan intensitas penerangan yang seragam pada seluruh ruangan, penggunaannya pada ruang-ruang yang tidak memerlukan tempat untuk mengerjakan pekerjaan visual khusus.
  • Sistem penerangan terarah; Cahaya diarahkan kejurusan tertentu dalam ruangan, digunakan untuk menerangi suatu objek tertentu agar kelihatan menonjol, misal pada penggung atau pada ruangan untuk pameran. Pada sistem ini dapat menggunakan lampu dan reflektor yang diarahkan atau ”spotlight” dengan reflektor bersudut lebar.
  • Sistem penerangan setempat; Cahaya dikonsentrasikan pada tempat mengerjakan pekerjaan visual khusus. Sistem ini digunakan untuk :
- pekerjaan visual yang presisi
- pengamatan bentuk / susunan benda dari arah tertentu.
- melengkapi penerangan umum yang mungkin terhalang.
- membantu menambah daya lihat.
- menunjang pekerjaan visual yang mungkin pada awalnya tidak terencana pada suatu ruangan.
Perancangan penerangan buatan secara kuantitas dapat dilakukan perhitungan dengan 2 metode yaitu :
a. Metode titik demi titik (point by point method)
b. Metode lumen.

13.  Metode Titik Demi Titik
Metode ini hanya berlaku untuk cahaya langsung, tidak memperhitungkan cahaya pantulan, dan sumber cahaya dianggap satu titik, serta mempunyai syarat sebagai
berikut :
a) Dimensi sumber cahaya dibanding dengan jarak sumber cahaya ke bidang kerja tidak boleh lebih besar dari 1 dibanding 5.


b) Berdasarkan diagram pola intensitas cahaya. Panjang jari-jari dari 0 ke suatu titik dari grafik menyatakan intensitas cahaya. kearah itu dalam suatu candela. Setiap gambar biasanya dilengkapi dengan data yang menunjukan nilai dalam lumen / cd. (misal 500 lumen / cd ; 1000 lumen / cd ; 2000 lumen /cd dan seterusnya). Diagram penyebaran intensitas cahaya ini ada yang berbentuk simetris dan tidak simetris. Untuk yang simetris biasanya hanya digambarkan setengahnya saja. Diagram yang menunjukan karakteristik-karakteristik lampu dan armatur ini, dapat diperoleh pada buku katalog dari pabrik yang memproduksinya.


Intensitas cahaya sebuah lampu sebanding dengan fluks cahaya lain, nilai-nilai yang diberikan dalam diagram masih harus dikalikan dengan jumlah lumen lampu tersebut. Dalam gambar diatas intensitas cahayanya = 1000 lumen, jika pada armaturnya diberi lampu 1.500 lumen, maka pada sudut 60o intensitas cahayanya :
1.500/1.000 x 140 cd = 210 cd.
c) Hanya ada satu sumber cahaya yang akan diperhitungkan pada saat itu.
d) Bidang kerja yang diberi penerangan harus berdimensi kecil.
e) Daerah yang sumber cahaya dan bidang kerjanya bebas dari permukaan yang memantulkan cahaya (refleksi cahaya tidak diperhitungkan).
Untuk setiap titik yang berjarak sama dari sumber cahaya (dengan arah cahaya pada sudut normal), maka besar intensitas penerangannya akan selalu sama dan membentuk diagram melingkar. Jika ada dua titik lampu dengan jarak sama ke suatu target, maka total intensitas penerangannya sekitar dua kalinya.

14.  Metode Lumen
Metode lumen adalah menghitung intensitas penerangan rata-rata pada bidang kerja. Fluks cahaya diukur pada bidang kerja, yang secara umum mempunyai tinggi antara 75 – 90 cm diatas lantai. Besarnya intensitas penerangan (E) bergantung dari jumlah fluks cahaya dari luas bidang kerja yang dinyatakan dalam lux (lx).
Keterangan :
E : Intensitas penerangan (lux)
F : Fluks cahaya (luman)
A : Luas bidang kerja (m2)

E = F / A

Tidak semua cahaya dari lampu mencapai bidang kerja, karena ada yang di pantulkan (faktor refleksi = r), dan diserap (faktor absorpsi = a) oleh dinding, plafon dan lantai. Faktor refleksi dinding (rw) dan faktor refleksi plafon (rp) merupakan bagian cahaya yang dipantulkan oleh dinding dan langit-langit / plafon yang kemudian mencapai bidang kerja. Faktor refleksi bidang kerja (rm) ditentukan oleh refleksi lantai dan refleksi dinding antara bidang kerja dan lantai secara umum, nilai rm = 0,10 (jika rm tidak diketahui, maka diambil nilai rm 0,10)
Faktor refleksi dinding / langit-langit untuk warna :
- Warna Putih = 0,80
- Warna sangat muda = 0.70
- Warna muda = 0,50
- Warna sedang = 0.30
- Warna gelap = 0,10

Referensi :
Prih Sumardjati, Sofian Yahya, Ali Mashar, 2008, Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik Jilid 1 untuk SMK,  Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar