riko

riko

Jumat, 19 Februari 2010

SHALATMU CAHAYAMU

Sholatmu Cahayamu !

Shalat adalah cahaya, mampu melengyapkan gelapnya kesesatan dan kebatilan. Mampu menerangi muka orang yang shalat di dunia ini, mendandaninya dengan keindahan dan kecerahan, seperti tampak terlihat pada muka orang-orang yang biasa shalat di tengah masyarakat.

Shalat menyebabkan cahaya-cahaya bersinar-sinar padanya dan menerangi kegelaoan kuburnya, sesuai dengan perkataan Abu Darda’ radliyallahu’anhu:

“Shalatlah dua rakaat di kegelapan malam untuk menghindari kegelapan kubur (nantinya)”

Cahay muka orang yang shalat juga akan berseri-seri di hari kiamat, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

وَالصَّلاَةُ نُوْرٌ

“Shalat adalah cahaya” (HR. Muslim)

Shalat merupakan sumber cahaya dan sinar penerangan bagi wajah seseorang. Allah ta’ala berfirman:

مُّحَمَّدُُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ

”Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…” (QS. Al-Fath: 29)

Pengertian firman Allah azza wa jalla di atas yang artinya, ”Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud”: dikatakan sebagian ulama tafsir: Shalat telah memperindah wajah-wajah mereka”. Sementara Ibnu Abbas radliyallahu’anhu mengatakan: ”Kepribadian yang baik terpencar pada raut muka mereka hasil dari sujud”.

Dari Mashur daru Mujahid, ia berkata bahwa maksudnya adalah ”kekhusyu’an hati”.

Mungkin ada diantara kalian yang menyangka bahwa tanda bekas sujud adalah tanda hitam di wajah (dahi) seseorang. Akan tetapi menengok penafsiran para ulama tafsir di atas yang sudah tidak perlu dipertanyakan kapabilitasnya anggapan itu tidak (kurang) tepat. Meskipun bisa saja tanda itu dijadikan bahan pertimbangan keshalihan dan indikator ketekunannya mengerjakan shalat, namun jangan salah, standar penilaian ini tidak bisa dipakai secara mutlak. Sebab, tanda hitam di dahi bisa saja ’menghiasi’ wilayah di atas dua mata seseorang yang hatinya lebih keras dari Fir’aun, orang munafik, atau siapa saja yang ingin dibilang gemar ibadah shalat, lalu jidatnya digesek-gesekkan ke tembok. Ini kan mungkin.

Nah, kembali kepada keterangan Ulama tadi mengenai makna ayat yang sebenarnya, bahwa tanda-tanda tersebut akan benar-benar memancarkan kecerahan, keceriaan, kejernihan dan penolakan terhadap dosa-dosa pada wajah orang-orang yang shalat. Itu tiada lain buah dari pengaruh kekhusyu’an hati, dan ketenangan jiwa, yang pada gilirannya terpencar di raut wajah seseorang. Sifat kesombongan dan ketakaburan pun tersingkir, tergantikan oleh sifat rendah hati, kelembutan jiwa dan keceriaan wajah hingga kian menjernihkan wajah seorang mukmin.

Sebagai pengaruh positif dari kekhusyu’an hati, rasa takut dan harap-harap cemas, serta pujian dan tasbih yang terucap, maka seorang mukmin tampil laksana insan yang baru tiba dari kampung akhirat untuk menceritakan hal-hal yang ia saksikan kepada khalayak. Atau bagaikan seorang manusia yang tersisa dari generasi awal umat, melompat ke zaman sekarang untuk hidup bersama di masa kita ini.

Dari Abu Buraidah radliyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

”Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang biasa berjalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna di hari kiamat.” (Shahihut Targhib no.313)

Dari Abu Hurairah radliyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

”Sungguh, Allah akan menghiasi orang-orang yang terbiasa mondar-mandir ke masjid di kegelapan malam dengan cahaya yang besinar di hari Kiamat”. (Shahihut Targhib no.315)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya:

”Tidak ada seorang pun dari kalangan umatku, melainkan aku akan mengenalinya di hari kiamat kelak. Para sahabat berkata:’Bagaimana engkau dapat mengenali mereka, wahai Rasulullah, di kerumunan orang yang banyak (pada waktu itu) ? Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berkata: ’Menurutmu, jika engkau masuk ke sebuah kandang, di sana ada kuda berwarna hitam pekat, dan kuda yang di kepalanya dan ujung-ujung kakinya terdapat warna putih, bukankah engkau akan mengenalinya?. Ia menjawab: ”Iya, betul”. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: ’Sesungguhnya umatnya akan datang pada hari itu dengan kepala berwarna putih pengaruh dari sujud dan kaki-kaki yang cerah pengaruh dari wudlu’”. (HR. Ahmad dengan sanad shahih)

Rabu, 17 Februari 2010

Sepuluh Pembatal Keislaman

Ini adalah terjemahan dari kitab Al-Qaul Al-Mufid fii Adillah At-Tauhid Bab: Nawaqidh Al-Islam ‘Asyarah, karya: Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-Yamani -hafizhahullah-, salah seorang murid dari Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i -rahimahullah-.

Pertama: Kesyirikan (beribadah kepada selain Allah).
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan Dia mengampuni semua dosa di bawah dari itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh di telah mengadakan dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’:48)
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al-Masih putera Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: “Wahai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabb kalian”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan tempatnya adalah di neraka, tidak ada seorangpun penolong bagi orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 72)

Kedua: Berpaling dari Islam dengan lebih memilih agama Yahudi, Nashrani, Majusi, Komunis, Sekularis, atau selainnya dari keyakinan yang membawa kekufuran jika dia menyakininya.
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut kepada kaum mukminin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): “Kami akan mematuhi kalian dalam beberapa urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila para malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus amalan-amalan mereka. Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan kalau kami kehendaki, niscaya kami tunjukkan mereka kepada kalian sehingga kalian benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya, dan kalian benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kalian.” (QS. Muhammad: 25-30)

Ketiga: Orang yang tidak mengkafirkan orang kafir baik dari Yahudi, Nashrani, Majusi, orang-orang musyrik, atau orang yang mulhid (Atheis) atau selain itu dari berbagai macam kekufuran. Atau dia meragukan kekafiran mereka atau dia membenarkan mazhab/ajaran mereka, maka dia telah kafir.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasulNya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasulNya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir dengan sebenar-benarnya kekafiran. Kami Telah menyediakan siksaan yang menghinakan untuk orang-orang yang kafir itu.” (QS. An-Nisa’: 150-151)

Keempat: Orang yang meyakini bahwasanya petunjuk selain petunjuk Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wassallam- lebih sempurna atau meyakini bahwa hukum selain hukum yang dibawa oleh Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam- lebih baik (daripada petunjuk dan hukum beliau). Seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum thagut daripada hukum yang dibawa oleh Rasulullah -Shallallahu’alaihi wasallam-.
Allah Ta’ala berfirman, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan, dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)
Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Kelima: Orang yang membenci apa yang dibawa oleh Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam-, walaupun dia mengamalkannya.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghilangkan amalan-amalan mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang Allah turunkan maka Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (QS. Muhammad: 8-9)

Keenam: Orang yang mengolok-olok (menghina) Allah, Rasul, Al-Qur’an, agama Islam, malaikat, atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki. Atau menghina salah satu syiar dari syiar-syiar Islam seperti, shalat, zakat, puasa, haji, tawaf di Ka’bah,wukuf di ‘Arafah, atau menghina Masjid, azan, jenggot, atau sunnah-sunnah Rasulullah -shollallahu’alaihi wasallam lainnya, dan syi’ar-syi’ar agama Allah, dan tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta yang terdapat keberkahan padanya.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya, dan Rasul-Nya kalian berolok-olok?” Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian telah kafir setelah beriman. Jika kami memaafkan segolongan kalian (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah: 65-66)

Ketujuh: Sihir, termasuk ash-shorfu (merubah seseorang dari sesuatu yang dicintainya menjadi yang dibencinya) dan al-athfu (mendorong seseorang dari sesuatu yg dibencinya menjadi dicintainya/pelet dan semacamnya, pent.)
Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), akan tetapi justru setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. Keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (kepada kamu) sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat memisahkan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak bisa memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberikan mudharat kepada mereka dan tidak pula memberi manfaat kepada mereka. Sungguh mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 102)

Kedelapan: Memberikan pertolongan kepada orang kafir dan membantu mereka dalam rangka memerangi kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti sebagian dari ahli kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman. Bagaimanakah kalian (bisa sampai) kafir padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian dan Rasul-Nya berada di tengah-tengah kalian? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali Imron: 100-101)

Kesembilan: Meyakini bahwa ada sebagian manusia yang diberi keleluasaan untuk keluar dari syariat Rasulullah -shollallahu ’alaihi wasallam-, sebagaimana Nabi Khidir diperbolehkan keluar dari syariat yang dibawa Nabi Musa -‘alaihissalam-.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.” (QS. Saba’: 28)

Kesepuluh: Berpaling dari agama Allah Ta’ala, tidak mempelajarinya, dan tidak beramal dengannya.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian dia berpaling darinya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajdah: 22)
Allah Ta’ala berfirman, “Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al-Quran). Barangsiapa yang berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya dia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat. Mereka kekal di dalamnya dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat.” (QS. Thaha: 99)

TENTANG BID'AH

Soal : Bagaimanakah maksud dari pada hadist Nabi saw yang berbunyi :
اِذَاكَانَا مِنْ اَمْرِدِنِكُمْ فَاءِ لَيَّ وَاِنْكَانَا مِنْ اَمْرِدُنْيَاكُمْ فَاَنْتُمْ اَعْلَمُ بِاُمُوْرِدُنْيَا كُمْ ,,,رواه مسلم,,,
Artinya : Jika ada soal – soal Agamamu ,serahkanlah ia kepadaku.Jika ada soal – soal duniamu maka kamu akan mengetahui akan soal – soal duniamu itu.
Jawab : Sasaran dari hadist di atas sebenarnya bukan mengenai “Bid’ah” melainkan mengenai “Hukum” dan “tekhnik”
CONTOH :
Hukum membangun Masjid/madrasah adalah urusan Agama.Harus di kembalikan kepada Nabi saw.Artinya harus bersumber dari Al-Qur’an dan Assunnah.Sedangkan tekhnik pembangunanya adalah urusan dunia.dan ini di serahkan kepada umat,terserah menurut peradaban manusia/perkembangan zaman.
Soal : Sebagian golongan yang ingkar pada faham Ahli sunnah wal jama’ah menganggap,ibadat itu hanya ada satu macam dan harus dari Nabi saw. Betulkah itu?
Jawab : Yang benar ‘badat itu ada dua macam :
a. Ibadat muqayyadah ( ibadah yang terkait ) Seperti :
- Sholat wajib lima waktu
- Zakat wajib
- Puasa ramadhan
- Haji dsb...
Ibadat – ibadat ini mempunyai keasliannya dari Nabi dalam segala – galanya,Hukumnya,tekhnik pelaksanaanya ,waktu dan bentuknya .Kesemuanya di ikyat (muqayyad) menurut aturan tertentu tidak boleh di rubah.
b. Ibadat Muthlaqah (ibadah yang tidak terikat secara menyeluruh )seperti :
- Dzikir
- Tafakkur
- Membaca Al-Qur’an
- Belajar/mengajar ilmu agama,
- Birrul waalidain (berbakti kepada ayah dan ibu) dll
Ibadat – ibadat ini mempunyai keaslianya dari Nabi dalam beberapa hal.Sedang mengenai bentuk dan tekhnik pelaksanaanya tidak di ikat dengan aturan-aturan tertentu,terserah kepada ummat,asal tidak melanggar pokok – pokok Syariat islam.Kadang-kadang pada ibadat muthlaqah inilah terjadi bid’ah hasanah.Demikian menurut faham Ahli sunnah wal jama’ah.

KESIMPULAN :
Untuk menyimpulkan keterangan di atas ,kami nuqilkan fatwa Imam Muhammad Bin Idris Asyafi’i yang di riwayatkan oleh Abu Nu’aim.
اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ : بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُومَةٌ فَمَا وَاقَفَا اَلسُنَّةَ فَهُوَمَحْمُوْدٌ وَمَا جَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُومٌ
Artinya : Bid’ah itu ada dua macam ,Bid’ah yang terpuji dan yang tercela.Maka mana saja yang sesuai Assunnah ,maka itulah yang terpuji.Dan mana saja yang bertentangan/menyalahi Assunnah,maka itulah yang tercela.
Alhadidy dalam syarah ilmu balaghah menyebutkan sbb :
لَفْظُ اْلبِدعَةِيُطْلَقُ عَلئ مَهْمُومَيْنِ اَحَدَهُمَا مَاخُولِفَ بِهِ اَلْكِتَا بُ وَالسُنَّةُ مِثْلُ صَومِ يَوْمِ اَلْنَّحْرِوَاَيَّامِ اَلتَّشْرِيْقِ فَاِنَّهُ وَاِنْكَانَ صَومًا اِلَّا اَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْهُ وَالثَّانِي مَالَم يَزِدْفِيْهِ نَصُّ بَلْ يَسْكُتُ عَنْهُ فَفَعَلَهُ المُسْلِمُونَ بَعْد وَفَاةِ رَسُولِ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم. وَمَ رُوِيَ مِنْ قَوْلِهِ صلّى اللّه عليه وسلّم : كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِمَحْمُولٌ عَلَى تَفْسِيْرِالبِدعَةِ بِالْمَهْمُوْمِ اَلاوَّلِ وقول عمر رضى الله عنه فِيْ صَلاَةِ التَّارَاوِيْحِ اِنَّها لَبِدعَةٌ وَنِعْمَةِ البِدعَةُ هِيَ مَحمُولٌ عَلَى التَّفْسيِرِالثَّانِي.
Artinya : Lafadz Bid’ah di pakai untuk dua pengertian.Pertama ialah sesuatu yang di persalahkan denganya akan Al-Qur’an dan Alhadist ,Seperti berpuasa di hari nahar atau dihari tasyriq karena pada hari-hari itu,walaupun namanya puasa,tetapi itu termasuk sesuatu yang di larang.Yang kedua sesuatu yang tidak datang padanya Nash,bahkan mendiamkannya,maka hal-hal tersebut di lakukan oleh orang-orang islam sesudah Nabi saw.wafat.Dan apa yang di riwayatkan dari sabda Rasulullah saw.”tiap-tiap yang sesat itu dalam neraka”.Maka tafsiranya di tanggungkan pada pengertian yang pertama, sedang ucapan sayyidina umar ra.dalam hal mengumpulka dalam solat tarowih : Sesungguhnya dia itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah itu ,inilah.... di tanggungkan atas tafsir bid’ah menurut pengrtian yang kedua.
Albaihaqi meriwayatkan dalam manaqibnya :
اَلمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ مَا اُحْدِثَايُخَالِفُ كِتَابً اَوسُنَّةً اَوأَثَرًا اَو اِجْمَعًا فَهَذِ هِ بِدْعَةُ الضَّالَةِ وَمَا اُحْدِثَ مِنَ الخَيرِ لاَيُخَالِفُ شَئاً مِن ذَلِكَ فَهَذِهِ بِدْعَةٌ غَيْرِمَذْمُومَةٌ.
Artinya.
Ciptaan-ciptaan baru itu ada dua macam.sesuatu yang bertentangan/menyalahi Al-Quran/Assunnah,Atsar/Ijma’,maka inilah bid’ah yang sesat.Sedang yang terdiri dari kebaikan,yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an/Assunnah/ijma’.Maka inilah bid’ah yang tidak tercela.

Soal : Kalau begitu bagaimana mengikuti faham Ahli Sunnah wal jamaah itu?
Jawab : Mengikutinya hukumnya wajib.



Dalam Almajalisus saniyah,halaman 88 disebutkan sbb :
وَقَالَ سَيِّدِى عبدالقدرالجيلاني قَدَّس الله سِرَّهُ فِى كِتَابِهِ الغُنْيَةِ : وَيُحِبُ عَلَى المُؤمِنِ اِتِّباعُ السُّنَّةِ والجَمَاعَةِ فَالسُّنَّةُ مَاسُنَّةُ رسول الله صلى الله عليه وسلم : وَالجَمَاعَةُ مَااِتَّفَقَ عليه اصْحَابُهُ رضي الله عنهم اَجْمَعِينَ في خلافَةِ الائِمَّةِ الاربعة الخُلَفَا ءِالرَّشِدِينَ المَهدِيِينَ رضى الله عنهم اجمعين.
Artinya :
Di dalam kitabnya “ ALGHUNIYAH “ Syekh Abdul qodir Aljailaniy berkata : Wajiblah atas orang mukmin,mengikuti Assunnah dan Aljamaah.Maka arti yang Assunnah yaitu sesuatu yang di contohkan oleh Rasulullah saw.Sedangkan Aljamaah,yaitu sesuatu yang sudah sepakat atasnya para sahabat ra seluruhnya,pada masa khilafah imam-imam empat,Khalifah lurus lagi terpimpin RADHIYALLAHUANHUM AJMA’IIN.